Baru baru ini wacana pemindahan ibukota RI kembali digaungkan dan sempat diulas secara mendetail oleh media massa. Saya tertarik sekali untuk memberikan pendapat saya apalagi saya sempat bertugas 1.5 tahun lamanya di Malaysia yang punya pengalaman memindahkan ibukotanya dari Kuala Lumpur ke Putrajaya.
Dalam sejarahnya sudah ada beberapa negara yang memindahkan ibukotanya. Sebut saja ada Australia yang memindahkan ibukota dari Sydney ke Canberra, Brasil yang memindahkan ibukota dari Rio De Janeiro ke Brasilia dan Pakistan yang memindahkan ibukotanya dari Karachi ke Islamabad. Yang terbaru tentu saja Malaysia dan Myanmar ( memindahkan ibukota dari Yangoon ke Naypyidaw ).
Ada banyak alasan yang mendorong negara-negara tersebut untuk melakukan pemindahan. Australia memindahkan ibukotanya sekitar 100 tahun lalu dengan alasan mencari suatu tempat yang netral yang bisa dijadikan ibukota dan harus berada di antara Melbourne ( ibukota negara bagian Victoria ) dan Sydney ( ibukota negara bagian New South Wales ). Victoria dan New South Wales adalah 2 negara bagian utama di Australia hingga saat ini. Melbourne dan Sydney adalah 2 kota besar penopang Australia yang saling bersaing saat itu untuk menjadi ibukota.
Sementara itu pemindahan ibukota oleh Myanmar diduga untuk menghindari serangan militer dari US dan sekutunya serta menjauhkan infrastruktur pemerintahan dan militer dari berulangnya kembali chaos tahun 1988. Ada juga teori yang menyatakan bahwa tempat baru dipilih karena posisinya strategis di tengah-tengah Myanmar dan juga alasan mistis. Myanmar sampai saat ini dikuasai oleh junta militer yang sangat paranoia dan tertutup sehingga Naypyidaw yang berada di tengah-tengah hutan mungkin menjadi pilihan terbaik ( tapi jangan lupa kalau US punya satelit mata-mata yang bisa mencapai banyak lokasi di dunia ).
Pemindahan ibukota Malaysia ke Putrajaya di tahun 1999 sendiri ditujukan untuk mengurangi kemacetan di Kuala Lumpur ( KL ) dan juga pemerataan pembangunan ke daerah lembah Klang ( Klang Valley ). Putrajaya tergolong tidak jauh dari KL karena dapat ditempuh dalam waktu 1 jam saja dengan kendaraan pribadi. Perkembangan Putrajaya sendiri cukup bagus sejauh ini tapi tidak sebaik yang direncanakan dulu oleh mantan PM Mahathir di era 1993 - 1995. Sampai saat ini Putrajaya didominasi oleh pegawai pemerintahan dan keluarganya yang tinggal di sana dan tergolong sepi aktivitas di malam hari. Transportasi umum ke Putrajaya sendiri tidak selancar dan semudah seperti yang direncanakan. Belum lagi masih banyaknya kedutaan besar negara asing yang belum pindah ke sana . KBRI sendiri masih berlokasi di Kuala Lumpur hingga saat ini tapi menurut berita sudah membeli sebidang tanah di Putrajaya ( Nantinya kantor KBRI di Kuala Lumpur masih akan difungsikan untuk melayani WNI : keterangan Dubes Dai Bachtiar pada saat acara temu ramah dengan WNI di Kuala Lumpur baru-baru ini ). Perlu dicatat bahwa biaya yang dikeluarkan untuk membangun dan membina Putrajaya tidaklah sedikit.
Kembali ke Indonesia yang sudah sekian lama beribukota di Jakarta. Perlu dicatat bahwa Indonesia sempat beribukota di Yogyakarta dan Bukit Tinggi selama revolusi kemerdekaan tapi hanya untuk sesaat saja. Jakarta dengan luas sekitar 650 km2 dan penduduk sekitar 10 juta boleh dibilang sangat padat dan macet sekali saat ini. Dengan status khususnya maka Jakarta dibawahi oleh seorang Gubernur,seorang Wakil Gubernur,beberapa Deputi Gubernur, 5 walikota administratif ( Utara,Pusat,Barat,Timur dan Selatan ) dan Bupati Kepulauan Seribu. Jakarta sendiri juga dilingkari oleh beberapa kota penyangga seperti Tangerang,Bekasi,Depok dan Bogor yang didiami beberapa juta orang lainnya. Istilah yang sering dipakai untuk Jakarta dan kota penyangganya adalah Jabodetabek.
Menurut hemat saya pada dasarnya wacana pemindahan ibukota RI bagus dan idealistis tapi tidak realistis untuk dilakukan saat ini / dalam waktu dekat.
Para pendukung pemindahan ibukota RI ke tempat lain mengutarakan beberapa alasan sebagai berikut :
1. Mengurangi kemacetan di Jakarta
2. Memperbaiki mutu pelayanan pemerintahan
3. Mengurangi urbanisasi
4. Memeratakan pembangunan
5. Bebas gempa dan tsunami
6. Posisi geografis harus di tengah-tengah Indonesia
Namun ada beberapa sisi negatif / kekurangan / hal yang tidak pernah dilontarkan oleh para pendukung wacana tersebut sebagai berikut :
1. Polemik yang bisa berkepanjangan tentang daerah mana yang akan dipilih sebagai pengganti Jakarta. Ada beberapa daerah yang sempat diusulkan di masa silam seperti Palangkaraya dan Ponggol ( Bogor ). Tidak tertutup kemungkinan banyak daerah lain yang akan mengusulkan diri sebagai ibukota dengan alasannya masing2. Polemik berkepanjangan bukan hanya menghabiskan waktu tapi juga energi yang harusnya bisa digunakan secara positif untuk membangun negeri ini yang masih ketinggalan di banyak sektor.
2. Biaya yang dikeluarkan untuk survey,pembangunan dan pembinaan sebuah ibukota sangatlah besar. Ini belum memperhitungkan lagi adanya kebocoran akibat dana pembangunan dikorupsi para oknum pejabat dan politisi. Kita bisa bandingkan dengan Malaysia yang sudah menghabiskan uang sekitar 20 milyar Ringgit Malaysia ( 56 trilliun rupiah ) untuk pembangunan Putrajaya selama 15 tahun. Pembangunannya sendiri belum selesai saat ini dan diperkirakan dibutuhkan sekitar 5 tahun lagi untuk menyelesaikannya.
Perlu disadari bahwa Indonesia bukanlah negara kaya ( berbeda dengan yang sering didengung dengungkan selama ini ) dan masih banyak berutang di dalam dan luar negeri. Indonesia sendiri masih memiliki banyak kebutuhan mendesak lainnya mulai dari transportasi yang lebih baik,listrik yang masih byar pet ( rasio elektrifikasi baru mencapai 62% ) ,amanat pendidikan yang harus mencapai 20% anggaran,kesehatan universal yang lebih baik buat rakyat, perbaikan pertahanan negara dsb. Alangkah baiknya kita menyelesaikan masalah yang paling urgen dulu sebelum menghabiskan banyak uang untuk ibukota RI yang belum tentu menyelesaikan masalah yang ada.
3. Kembali ke poin 2 bahwa sebagian dana yang ada bisa dipakai untuk menyelesaikan masalah kemacetan dan banjir di Jakarta. Dana tersebut bisa dipakai untuk membangun jalur MRT utara – selatan dan timur-barat, monorail,KRL yang lebih nyaman,jalur kereta api dari bandara Soekarno Hatta ke Manggarai,busway,banjir kanal timur,Jakarta water front dan lain sebagainya. Dengan menyelesaikan masalah kemacetan sehari-hari ini kita bisa menghapus penderitaan setiap hari yang dialami jutaan warga Jakarta dan maaf-maaf saja salah satu alasan pemindahan ibukota pun akan hilang dengan sendirinya.
4. Alasan logistik untuk mendekatkan ibukota ke kawasan timur Indonesia tidaklah terlalu valid. Saat ini sudah banyak penerbangan murah yang bisa dijangkau oleh warga Indonesia sampai kawasan timur Indonesia untuk mencapai Jakarta. Frekuensi dan mutu penerbangan & pelayaran tinggal diperbaiki saja. Media telekomunikasi dan massa sendiri sudah banyak tersedia mulai dari telepon seluler,internet,tv,radio dan lain sebagainya yang dapat menghubungkan dan menghibur rakyat dari Sabang sampai Merauke.
5. Dekatnya Jakarta dengan pusat populasi dan kegiatan ekonomi di Indonesia yaitu pulau Jawa dan Sumatera. Kita tahu bahwa pulau Jawa dan pulau Sumatera adalah 2 pulau berpenduduk paling banyak. Bila logikanya adalah untuk meningkatkan pelayanan pemerintahan maka ibukota harusnya berlokasi di pulau Jawa karena dekat ke mayoritas rakyat sebagai “customernya”. Pelayanan pemerintahan di daerah Indonesia timur dan tengah sendiri bisa dilakukan dengan baik oleh pemerintahan provinsi,kabupaten,kecamatan dan kelurahan yang sudah hadir di sana.
6. Era digital sendiri memungkinkan banyak aktivitas sehari-hari pelayanan pemerintahan dapat dilakukan melalui internet ( online ) seperti pembuatan NPWP,pelayanan pajak,pembuatan SIM ,paspor,SISMINBAKUM dan lain sebagainya. Di masa depan saya lihat posisi geografis ibukota tidak akan begitu penting lagi ( asalkan pertahanannya kuat dari agresi asing dan tidak gampang kebanjiran ).Di samping itu Jakarta sendiri memiliki infrastruktur komunikasi paling bagus saat ini di Indonesia ( baik internet,telepon selular,tv kabel dsb ).
7. Kita perlu belajar dari pengalaman pemindahan kantor pusat beberapa BUMN ke daerah yang tergolong tidak berhasil. Banyak karyawan kantor pusat yang enggan pindah ke daerah karena berbagai macam alasan mulai dari betahnya mereka di Jakarta yang kaya akan fasilitas,alasan keluarga dsb. Tidak tertutup kemungkinan banyak karyawan pemerintahan pusat yang akan menolak atau enggan untuk pindah ke daerah baru yang dipilih sebagai ibukota RI dengan berbagai alasan personal yang hampir mirip.
Demikian saja sedikit pemikiran dari saya. Saya harap wacana pemindahan ibukota RI bisa didiskusikan dan ditelaah lebih lanjut baik pro dan kontranya. Wacana ini sendiri jangan sampai terjebak pada kepentingan dan keinginan sesaat segelintir orang saja tapi harus membawa manfaat yang signifikan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Monday, August 02, 2010
Subscribe to:
Posts (Atom)