Maraknya pemberitaan akhir-akhir ini tentang tabung gas yang meledak kembali mengugah perhatian banyak pihak mulai dari pemerintah,parlemen,partai politik,LSM dan lain sebagainya.
Program konversi minyak tanah ke elpiji yang sudah berlangsung 3 - 4 tahun ini relatif adem ayem saja selama ini dan tergolong berhasil dengan tingkat partisipasi yang tinggi. Kita bisa melihat bagaimana masifnya pemakaian elpiji saat ini mulai dari penjual makanan kaki lima,restoran,rumah tangga dsb. Program konversi ini dilakukan pada saat harga minyak dunia membubung tinggi ( pernah mencapai 140 USD ) dan subsidi yang harus dikeluarkan untuk minyak tanah adalah sangat tinggi saat itu ( mendekati 50 trilliun rupiah ). Sementara pada saat yang sama Indonesia memiliki elpiji yang jauh lebih murah dan banyak diproduksi sendiri dari berbagai sumur gas. Tentu saja adalah suatu hal yang logis kita berusaha mengurangi subsidi dengan beralih ke elpiji. Keuntungan yang diperoleh bukan hanya di pemerintah saja yang berhasil mengurangi subsidi hampir 40 trilliun rupiah untuk dialihkan ke sektor lain yang non konsumtif ( seperti pembangunan infrastruktur jalan,listrik dsb ). Masyarakat luas sebagai konsumen sendiri bisa berhemat dari selisih harga pemakaian elpiji yang lebih murah. Kononnya penghematan bisa mencapai Rp. 360,000. Penghematan sebesar ini tentunya sangat membantu bagi masyarakat bawah.
Jauh sebelum program konversi masal ini dilaksanakan sudah banyak orang ( khususnya di perkotaan ) yang memakai elpiji dengan tabung seberat 12 kg. Kita pernah dengar juga kejadian ledakan tabung gas di masa silam tapi tidak ada backlash / antipati yang begitu tinggi dari masyarakat dan media massa. Ada apakah ini ?
Beberapa hal yang menyebabkan backlash dan ketakutan di masyarakat adalah sebagai berikut :
1. Kuantitas pemakaian memang sudah sangat tinggi saat ini. Tercatat ada 44 juta tabung elpiji 3 kg yang berstandar SNI dan sekitar 9 juta tabung elpiji 3 kg tidak berstandar SNI / ilegal. Bila kita hitung maka ada sekitar 53 juta tabung elpiji. Apabila setiap tabung dipakai oleh 1 keluarga dengan jumlah anggota keluarga 4 orang saja maka 53 juta tabung elpiji 3 kg ini sudah mencakupi hampir 200 juta penduduk. Apabila kita mendengar ada 1 ledakan tabung elpiji saja di seluruh wilayah Indonesia tiap harinya maka secara persentase hanya mencapai :
1 / 53.000.000 x 100% = 1,886 x 10-6 % ( satu koma delapan delapan enam dengan pangkat minus 6 % ).
Ini adalah suatu jumlah yang sangat kecil sebenarnya !
2. Sorotan pemberitaan yang terlalu sering,berlebihan dan berulang-ulang oleh media massa. Don’t get me wrong. Saya sangat mendukung kebebasan pers yang bisa kita nikmati di masa reformasi ini. Pemberitaan tentang ledakan memang punya efek positif ( kontrol dan edukasi ) yaitu mengingatkan orang untuk berhati-hati dalam pemakaian elpiji ,mengingatkan pemerintah untuk fokus mengatasi masalah yang terjadi dan juga memberikan efek takut ke pemalsu tabung ( dengan gencarnya pemberitaan sweeping oleh aparat di berbagai daerah ).
Namun efek negatifnya kadang justru lebih besar yaitu menimbulkan kekhawatiran berlebihan di masyarakat. Masyarakat yang sudah nyaman memakai elpiji pun menjadi takut memakai dan ingin beralih ke sumber energi lain seperti minyak tanah,kayu bakar dsb.
3. Politisasi masalah. Soal ini kita bisa tahu dari banyaknya pihak yang ikut bicara dan mengecam tanpa tahu permasalahan sebenarnya,tidak memberikan solusi konstruktif dsb.
SNI belakangan seringkali dikemukakan / diangkat sebagai alasan mengapa ada tabung yang gampang rusak / meledak.
Tabung Elpiji 3 kg pada dasarnya harus memenuhi standard Safety SNI 19-1452-2001 yang ditetapkan dan diuji oleh Badan Standardisasi Nasional ( Lamannya adalah www.bsn.go.id ). BSN sendiri telah menetapkan 5 SNI terkait tabung gas dan aksesorisnya, sebagai berikut:
• SNI 1452:2007 Tabung Baja LPG;
• SNI 15-1591-2008 Katup Tabung Baja LPG;
• SNI 06-7213-2006 Selang Karet untuk Kompor Gas LPG;
• SNI 7369-2007 Regulator Tekanan Rendah Untuk Tabung Baja LPG;
• SNI 7368:2007 Kompor Gas Bahan Bakar LPG Satu Tungku dengan Sistem Pemantik Mekanik.
Informasi selanjutnya dapat diakses lebih lanjut di website yang tercantum di atas berhubung kalau saya jelaskan akan menjadi terlalu teknis dan detail ( dan saya juga tidak bisa jelaskan lebih lanjut :) ).
Untuk keselamatan bersama pada dasarnya ada beberapa langkah penting yang bisa saya sarankan sebagai penulis untuk kedua belah pihak ( pemerintah dan rakyat sebagai konsumen ).
Langkah-langkah yang perlu dilakukan oleh masyarakat sebagai konsumen :
1. Memeriksa kondisi tabung,selang karet,regulator,katup secara berkala. Lakukan penggantian spare part yang rusak segera. Berdasarkan informasi maka spare part yang dulunya diberikan secara gratis oleh pemerintah perlu diganti setahun sekali.
2. Apabila ada kerusakan ataupun mencium bau kebocoran dari gas maka hentikan pemakaian dan bawa tabung elpiji tersebut ke tempat yang aman ( lapangan ,taman atau dikembalikan ke pengecer / agen elpiji apabila dimungkinkan ). Ketika kita bawa tabung elpiji yang bocor ke lapangan atau taman yang terbuka / luas maka efek ledakan / tekanan akan bisa diminimalisir karena area yang lebih luas dan sirkulasi udara yang cukup. Lain halnya apabila ledakan / tekanan gas terjadi di ruangan sempit ( seperti dapur tanpa ventilasi yang cukup ).
3. Proaktif melaporkan adanya produk-produk palsu tidak berSNI ke aparat yang berwenang ( polisi dsb )
Langkah-langkah yang perlu dilakukan oleh pemerintah ( melalui PERTAMINA dan berbagai instansi terkait lainnya )
1. Melakukan penyuluhan dan demo pemakaian ulang ke warga-warga. Penyuluhan ulang diperlukan untuk refreshing pengetahuan pemakaian dan juga untuk mencakup sebanyak mungkin warga yang belum tersentuh oleh penyuluhan sebelumnya.
2. Quality control produk elpiji 3 kg dan 12 kg perlu ditingkatkan sehingga tidak ada lagi tabung rusak yang bisa lolos ke pasaran dsb.
3. Tindakan penegakan hukum difokuskan terhadap para produsen dan distributor produk elpiji non-SNI. Kenapa saya sarankan untuk fokus pada para produsen dan distributor ?
a. Karena mereka adalah bagian utama dan pertama dari proses distribusi produk secara keseluruhan. Mereka mensupplai produk ke ribuan pengecer tingkat bawah sehingga efeknya bisa sangat masif. Menangkapi para pengecer di tingkat bawah pada dasarnya tidak akan banyak berarti karena mereka hanya menjual produk yang disupplai oleh para produsen dan distributor nakal tersebut dan seringkali mereka juga tidak tahu bahwa produk yang dijual palsu.
b. Karena jumlah aparat yang terbatas sehingga tindakan perlu difokuskan pada sesuatu yang bisa memberikan efek lebih optimal dalam waktu yang relatif singkat.
4. Perlu dibentuk satgas yang mengkoordinasikan aksi pemerintah menangani kasus ledakan elpiji 3 kg sehingga tidak terjadi tumpang tindih antar instansi di lapangan dan juga jelasnya rantai kendali ( tidak ada ping pong tanggung jawab / antar instansi ). Tentu saja kita tidak ingin bahwa setiap korban ledakan harus ke istana dulu sebelum mendapatkan perhatian dari RS atau Departemen Kesehatan di daerah masing-masing. Kita juga tidak ingin melihat aparat kepolisian justru mensweeping dan menyita produk-produk berSNI yang justru dibutuhkan oleh masyarakat karena kurangnya pengetahuan produk / kurangnya koordinasi dengan Dinas Perindustrian dan Perdagangan setempat.
Demikian saja sekelumit pemikiran dari saya. Policy konversi energi yang sebenarnya sangat bagus selama ini sayang sekali apabila direverse atau diganti karena kejadian ledakan tabung elpiji belakangan ini. Kita tentu saja sedih atas terjadinya berbagai kecelakan / ledakan tabung yang memakan korban sampai anak kecil / bayi yang tidak tahu apa-apa. Kita tentu saja tidak ingin sebatas iba atau sedih tapi harus bisa belajar dari berbagai kejadian ledakan tabung ini dan kemudian mencoba memperbaikinya bersama-sama ( continous learning and continous improvement ).Saya harapkan bahwa dari berbagai tindakan perbaikan nyata yang akan dilakukan maka program ini tetap akan on track dan bisa berlangsung dengan lancar seterusnya di masa yang akan datang.
Saturday, July 24, 2010
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment