Monday, April 20, 2020



Program Prakerja dan Saran Perbaikan

Program Prakerja yang baru diluncurkan April ini tepat di masa Pandemik Covid-19 mendapatkan banyak sekali feedback dan kritik.

Program Prakerja ini sudah sering dipublikasikan di akhir 2019 yang lalu jadi bukan program baru dan program yang awalnya didesain untuk menghadapi masa susah Pandemik Covid-19.

Dari judul Prakerja ini sendiri menyiratkan ditujukan bagi orang yang belum mendapatkan pekerjaan (pra = belum). Nah di era Covid-19 ini masalah bertambah banyak dengan adanya PHK masal di berbagai industri sehingga prakerja ini menjadi terdiri atas 2 kelompok yaitu :

1)Prakerja lama : yang memang belum pernah bekerja di 2019 yang lalu (masih menganggur atau baru lulus sekolah atau kuliah)
Sempat diperkirakan mencapai 5,700,000 orang.

2)Prakerja baru : yang tidak bekerja sejak Maret 2020 karena PHK di era Covid-19
Belum sempat didata tapi bisa diperkirakan akan mencapai jutaan orang juga misal dari industri garmen,industri retail,industri perhotelan dan sebagainya.

Banyak sekali kritikan yang muncul dalam sepekan terakhir soal Program ini baik yang disuarakan oleh Ombudsman,Media Massa dan Media Sosial. Kritikan ada yang tertuju pada programnya tapi tidak sedikit pula yang ditujukan pada mitra yang dipilih karena adanya potensi conflict of interest.

Ulasan saya sendiri lebih terfokus pada Program ini dan bagaimana memperbaiki dan memodifikasinya supaya lebih cocok di Era Covid-19 dan Post-Covid 19 yang seperti diumumkan oleh Presiden Jokowi akan berlangsung sampai akhir tahun 2020.

Program peningkatan skill/kemampuan tenaga kerja bukan barang baru di Indonesia. Dari dulu ada Balai Latihan Kerja milik Kementerian Tenaga Kerja dan tersebar di berbagai wilayah Indonesia (setidaknya setiap Provinsi ada 1 BLK). Pertemuan tatap muka ala BLK di masa Pandemik menjadi tidak mungkin karena pembatasan sosial dan juga PSBB. Ada juga kritikan bahwa training BLK kurang updated. Di luar negeri ada Program Skills Future dan Skill Upgrading oleh Kementerian Tenaga Kerja Singapura/Work Force Development Agency. Program di Singapura ini sudah berjalan lama dan cukup berhasil. Nah sepertinya salah satu referensi yang dipakai adalah Program Singapura ini dan mungkin beberapa negara lain.

Namun kalau kita lihat list program online yang ditawarkan di web prakerja masih sangat sederhana seperti “Cara dapat uang dari Youtube”, “Sukses interview,cepat dapat kerja” atau semacam “Berjualan dengan Whatsapp Business”,”Barista atau peracik kopi” dan “Membuat Makaroni Schotel”.

Nah saya bayangkan/berandai-andai beberapa kelanjutan sesudah online training ini sebagai berikut :

1) Cara dapat uang dari Youtube
Isunya content seperti ini ada banyak di Internet dan Youtube sendiri dan apakah akan ada ratusan ribu orang yang dapat sukses mendapatkan uang dari Youtube sebagai entertainer/influencer sukses semacam Atta Halilintar,Dedi Corbuzier,Cameo Project dan sebagainya.
Saya gak yakin ada cukup pasar dan cukup bakat untuk ratusan ribu orang ini menggapainya. Takutnya banyak yang akan tetap jadi pengangguran.

2) Sukses interview,cepat dapat kerja
Kemampuan interview penting tapi di masa ini lapangan kerja susah didapatkan jadi sepertinya di lapangan akan susah cepat dapat kerja nih.

3) Berjualan dengan Whatsapp Business
Berjualan dengan Whatsapp Business banyak diajarkan juga di online dan Youtube sendiri. Ada jutaan orang sudah berjualan di Whatsapp Business juga dan mereka sudah membuktikan skill mereka di keseharian. Ada karyawan kantoran,ada pengusaha UKM,ada Ibu Rumah Tangga dan sebagainya. Di masa Pandemi ini ada banyak sekali orang dadakan menjual masker,hand sanitizer,Vitamin C dan sebagainya melalui Whatsapp. Lihat saja di Whatsapp Group yang hampir setiap hari ada yang berjualan.
Apakah pelajaran berjualan ini akan benar-benar dan perlu dilakukan selama 4 bulan mengingat praktiknya lebih penting dan bisa cepat dilakukan ?

4) Barista atau peracik kopi
Ada banyak sekali anak muda yang belajar menjadi barista dalam beberapa tahun terakhir dan ini merupakan kemampuan yang harus diuji di praktik lapangan. Apakah belajar online tanpa praktik bisa memberikan efficacy yang sama ? Apakah sertifikatnya bisa dipakai untuk melamar di Starbuck atau Coffee Bean atau Excelso atau Kopi Kenangan atau Janji Jiwa ? Sori,bukan promosi merek Kopi ya tapi bermaksud memberikan contoh sejelas-jelasnya saja.

Dari sinilah kita kemudian kembali ke hulu bahwa sebenarnya sebelum training dilakukan/dibuat maka seharusnya ada mapping dilakukan :
1) Mapping keinginan karir prakerja lama dan prakerja baru
2) Mapping rencana nasional (industri dan jasa yang hendak dikembangkan) dan kebutuhan perusahaan-perusahaan

Tanpa ada mapping dari supply dan demand seperti ini maka yang terjadi adalah oversupply tenaga kerja atau usahawan tanpa ada demand yang cukup dan akhirnya bermuara pada kegagalan. Kita tentunya tidak mau program dengan dana besar ini menjadi gagal.

Spesifik di era Covid-19 sendiri,kebutuhan prakerja baru dan lama justru bertumpu pada perut sekaligus memastikan ada sandang dan papan juga (berarti dana untuk sewa rumah/kos/kontrakan).
Pangan,sandang dan papan menjadi ultimate dibandingkan kebutuhan training/skill upgrading di masa krisis dan ini berlaku di negara manapun. Alangkah baiknya porsi dana online training ini dikurangi atau dialokasikan lebih banyak kepada pemenuhan pangan,sandang dan papan prakerja lama dan baru ini. Apabila ada beberapa trilyun dana dapat dialokasikan tambahan ke 3 aspek ini maka kita akan punya tenaga kerja yang sehat dan tetap positif. Tentu saja selalu ada peluang kebocoran dana di 3 aspek ini tapi mekanisme penyaluran sepertinya sudah ditetapkan melalui payment partner sehingga sudah lebih aman dan termonitor dengan baik.

Cara penyaluran lain dapat dilakukan melalui mekanisme OJT (On The Job Training). Dalam OJT ini Pemerintah mensubsidi sebagian gaji karyawan baru/magang prakerja selama beberapa bulan. Dengan demikian terdapat 2 nilai positif yaitu :

a) Bagi karyawan baru/magang prakerja : mendapatkan pengalaman nyata,pelatihan lapangan dan honor. Perusahaan memberikan sertifikat rekomendasi yang sepertinya akan lebih dapat dipakai untuk melamar pekerjaan di masa depan ke perusahaan lain.
b) Bagi perusahaan baik UKM maupun besar : mendapatkan tenaga kerja tambahan yang dapat membantu produktivitas di masa sulit ini dengan biaya misalnya separuh saja karena separuhnya dari Program Prakerja Pemerintah.

Ketika tiba saatnya ekonomi membaik di 2021 dan program online juga sudah dapat dibuat berkualitas (ada waktu setahun memperbaiki dan menambah mitra juga) maka Program Prakerja setara atau lebih baik dari Skills Upgrading Singapore dapat diluncurkan kembali dengan better acceptance dan outcome.


Herman Huang
Penulis adalah pengusaha startup,konsultan dan edukator juga.

Wednesday, January 14, 2015

Konsep Poros Maritim Dunia dan Tol Maritim Untuk Ketahanan Migas Nasional


Poros maritim dan tol maritim adalah konsep yang sering kita dengar belakangan ini sejak Jokowi dilantik menjadi Presiden RI Oktober silam. Ada banyak seminar dan juga ulasan yang muncul sesudahnya sebagai tanggapan atas konsep yang diutarakan oleh Presiden Jokowi ini. Sebagian besar tanggapan adalah positif dan mendukung. Di luar negeri sendiri Xi Jin Ping, Presiden Tiongkok sebelumnya pernah mengutarakan konsep Jalur Sutera Maritim Abad 21 yang meliputi Asia Tenggara, Asia Selatan, Timur Tengah dan Afrika Timur. Presiden Xi Jin Ping sendiri mengutarakan pembentukan Silk Road Fund/Dana Jalur Sutera sebesar 40 milyar USD ( setara 480 trilliun Rupiah) yang ditujukan untuk mendukung kerjasama infrastruktur,sumber daya,industri,keuangan dan kerjasama lainnya yang berhubungan dengan konektivitas sepanjang jalur sutera darat dan maritim.

Mari kita lihat lebih mendalam mengenai tol laut yang diutarakan oleh Jokowi. Tol laut direncanakan akan menghubungkan dua pelabuhan sebagai hub internasional yaitu Pelabuhan Kuala Tanjung, Sumatera Utara di Selat Melaka dan Pelabuhan Bitung, Sulawesi Utara. Aliran barang dari dan ke Asia Timur sendiri direncanakan masuk melalui Bitung sementara itu dari dan ke Eropa akan melalu Kuala Tanjung. Untuk mendukung 2 hub internasional ini maka akan disiapkan juga sekitar 20 pelabuhan sebagai feeder buat hub. Total dana yang dibutuhkan untuk mewujudkan konsep ini adalah US$ 700 milliar (berdasarkan informasi yang diberikan Menko Maritim,Indroyono Soesilo ke pers 8 Desember silam). Sebagai negara kepulauan (17,000 pulau) yang diapit oleh 2 samudera besar yaitu Pasifik dan Atlantik maka Indonesia dilimpahi oleh lautan yang luas untuk dimanfaatkan dan diarungi (saat ini hanya ada 14,000 kapal milik Indonesia). Kutipan cita-cita Presiden Pertama Indonesia, Soekarno mengenai bangsa Indonesia sebagai bangsa maritim di tahun 1953 silam sebagai berikut : “Usahakanlah agar kita menjadi bangsa pelaut kembali. Ya, bangsa pelaut dalam arti seluas-luasnya. Bukan sekedar menjadi jongos-jongos di kapal, bukan. Tetapi bangsa pelaut dalam arti kata cakrawala samudera. Bangsa pelaut yang mempunyai armada niaga, bangsa pelaut yang mempunyai armada militer, bangsa pelaut yang kesibukannya di laut menandingi irama gelombang lautan itu sendiri." Sayangnya cita-cita Presiden Soekarno belum terwujud sampai sekarang di tahun 2014 : armada angkatan laut RI masih lemah, laut dijarah oleh para nelayan luar negeri secara terang-terangan,kapal-kapal besar singgah di Singapura sebelum angkutannya dikirim ke Indonesia dengan kapal lebih kecil, ABK Indonesia yang masih menjadi jongos di berbagai kapal asing,impor kapal besar dan lain sebagainya. Kita sungguh merasa prihatin melihat kenyataan ini.

Lalu apa hubungannya tol laut & poros maritime dengan ketahanan migas nasional dan jalur sutera maritim abad 21 versi Tiongkok ? Mari kita review situasi saat ini dulu. Indonesia sebagai negara importir minyak untuk saat ini harus mengimpor minyak mentah dan bahan bakar minyak siap pakai dari berbagai negara setiap harinya. Semuanya dikirim melalui jalur laut dari Timur Tengah, Afrika Utara, Asia Tenggara dan Asia Timur. Sementara itu Kawasan Timur Indonesia (Sulawesi,Maluku,Papua,Papua Barat,NTT) merupakan salah satu wilayah dengan tantangan logistik paling berat. Sebagai konsekuensinya harga barang-barang menjadi super mahal dan juga enggannya berbagai pihak untuk melakukan investasi ekonomi yang sangat diperlukan di sana. Kita sudah sering dengar orang mengantri solar di Sorong dan kota-kota Papua lainnya. Perusahaan migas sendiri berinvestasi di pelabuhan-pelabuhan dan fasilitas shorebase sendiri. Kita ambil dua contoh saja yaitu BP dengan fasilitas terintegrasinya di Bintuni,Papua Barat dan juga Medco yang harus menyiapkan infrastruktur sendiri di Donggi Senoro, Sulawesi Tengah.

Dari situasi yang kurang bagus di atas maka kemudian kita lihat tugas atau action plan apa yang perlu dilakukan untuk melakukan alignment/menyelaraskan program tol laut dengan ketahanan migas nasional dan juga dengan jalur sutera maritim abad 21. Ketahanan migas nasional adalah isu krusial bagi Indonesia dan juga krusial di semua negara. Kita tahu bahwa Amerika Serikat mempunyai cadangan migas yang disimpan di oil bunker untuk menyiapkan diri menghadapi keadaan terburuk apabila pasokan migas dari luar negeri terputus atau terganggu. Tiongkok sendiri sudah cukup lama agresif mencari sumber migas di luar negeri seperti di Indonesia, Sudan,Irak termasuk pembangunan pipa dari Rusia langsung ke Tiongkok. Indonesia sendiri perlu memastikan ketahanan migas nasional yang masih sangat rentan saat ini. Indonesia adalah net importer dengan tingkat produksi minyak sedikit di bawah 1 juta barel per hari, produksi gas yang melimpah dan juga cadangan minyak yang terus menipis. Ekspansi Pertamina dan perusahan nasional ke luar negeri untuk mengamankan aset produksi tambahan di luar negeri adalah langkah maju. Pengiriman migas dari aset produksi di luar negeri dan juga impor dari negara lain perlu dijaga agar tetap aman. Terputusnya pengiriman migas karena gangguan bajak laut,cuaca,perang dan lain sebagainya akan menganggu perekonomian Indonesia secara langsung. Di tambah lagi bahwa kapasitas penyimpanan migas Indonesia (oil bunker) yang masih sangat jauh dibandingkan dengan negara lain.

Ada beberapa situasi atau masalah berkaitan dengan poros maritim dan ketahanan migas nasional yang coba diwujudkan dan dipertahankan.
Situasi atau masalah pertama adalah keamanan jalur impor minyak mentah dan bahan bakar minyak kita disertai aset migas kita di kawasan rawan konflik seperti di Natuna dan Ambalat, Kalimantan Utara. Keberadaan Angkatan Laut yang kuat adalah penting di jalur-jalur seperti Selat Malaka dan Laut China Selatan. Potensi konflik di daerah Laut China Selatan tidak bisa dianggap sebelah mata karena banyaknya negara yang terlibat (Tiongkok,Filipina,Malaysia,Vietnam,Taiwan dsb). Meskipun Indonesia tidak terlibat namun Indonesia perlu mempunyai kekuatan memadai untuk setidaknya sebagai efek penangkal dan pengentar dari serangan negara lain. Presiden Jokowi sudah menjawabnya dengan rencana peningkatan anggaran pertahanan Indonesia secara signifikan. Keberadaan pelabuhan ataupun pangkalan yang memadai bagi Angkatan Laut kita sendiri menjadi hal yang terkait dengan konsep tol dan poros maritim.

Situasi atau masalah kedua adalah susahnya logistik ke Indonesia Timur yang mengakibatkan banyak masalah turunan seperti minimnya investasi,harga mahal,masalah kecemburuan dengan wilayah Indonesia bagian barat dan lain sebagainya. Keberadaan Bitung sebagai main hub bisa menjadi solusi awal untuk kedatangan barang dari jalur Filipina/Samudera Pasifik. Namun hal ini tidak sepenuhnya menjadi solusi tanpa keberadaan pelabuhan feeder dan juga masih banyaknya pengiriman barang termasuk BBM yang dilakukan dari Jakarta dan Surabaya ke Indonesia Timur. Keberadaan pelabuhan feeder di kota-kota seperti Ambon, Sorong, Jayapura,Merauke dan lain sebagainya penting namun harus didukung keberadaan kapal yang lebih banyak,besar kapasitasnya dan lebih baik juga.

Situasi atau masalah ketiga adalah minimnya infrastruktur di daerah eksplorasi dan produksi migas di kawasan Indonesia Timur. Sebut saja daerah Bintuni di mana BP harus membangun fasilitas terminal bandara dan juga pelabuhannya sendiri. Belum lagi investasi yang harus dikucurkan oleh operator lainnya yang baru akan membangun besar-besaran di sana seperti INPEX Masela, ENI Oil, Genting dan lain-lain. Perlu diketahui bahwa investasi yang dilakukan oleh berbagai perusahaan minyak ini nantinya akan diganti oleh negara lewat mekanisme cost recovery. Terjadi potensial duplikasi fasilitas di beberapa tempat, ditambah lagi apabila kita menghitung fasilitas pelabuhan kecil yang sudah dibangun oleh perusahaan batubara di Kalimantan Timur, Selatan dan Tengah. Pemerintah bisa membuat pelabuhan berskala internasional di beberapa hub yang kemudian bisa dipakai bersama oleh berbagai industri : migas, batubara, bahan makanan dan lain sebagainya. Konsep ini meniru konsep tower bersama di industri telekomunikasi yang sudah sukses dijalankan beberapa tahun silam. Pooling resources dan cross utilization adalah kunci untuk mendapatkan fasilitas mumpuni dengan dana terbatas di berbagai industri.

Situasi atau masalah keempat adalah keberadaan Indonesia sebagai pendukung saja untuk operasi pembuatan kapal minyak (rig) dan fasilitas kelautan lainnya. Batam sebagai sentra utama industri galangan kapal migas dan kelautan di Indonesia memang hanya sepelemparan batu dari Singapura. Karimun sendiri sudah dijadikan sebagai pusat pembuatan platform dsb untuk Saipem di Asia Pasifik. Tapi perlu diketahui pula bahwa mayoritas pekerjaan galangan kapal migas dan kelautan dunia khususnya yang kompleks dan lebih advance masih dilakukan di Singapura dan Korea Selatan. Kita tahu bahwa Singapura dan Korea Selatan tidak mempunyai operasi eksplorasi dan produksi migas sama sekali tapi mereka berhasil memposisikan diri sebagai centre of manufacturing dan centre of excellence berkat kekuatan SDM,dukungan pemerintah dan kegigihan mereka selama ini. Perusahaan-perusahaan ternama di industri galangan kapal sendiri didominasi dari 2 negara tersebut seperti : Keppel,Sembawang,Daewoo,Hyundai dan Samsung. Apakah ada perusahaan Indonesia yang dikenal di dalam negeri dan luar negeri untuk hal sejenis ? Jawabannya adalah tidak ada. Konsep maritim harus disertai bangkitnya industri galangan kapal dan penunjang maritim dalam negeri. Konsep local content/muatan lokal yang sangat positif sudah mulai diberlakukan oleh SKK Migas beberapa tahun silam tapi sampai sekarang belum kelihatan jelas efeknya ke sektor galangan kapal dan penunjang maritim dalam negeri karena belum munculnya perusahaan lokal yang mampu bersaing di dalam negeri sendiri. Pemecahan masalah ini akan kompleks dan memakan waktu tapi perlu dilakukan mulai sekarang. Keberadaan BUMN seperti PT PAL dan juga galangan kapal dalam negeri dalam proyek-proyek besar migas perlu semakin diintensifkan. Tentu saja perusahaan lokal yang sudah dilibatkan harus mau bekerja keras untuk mengejar ketertinggalannya selama ini. Apabila perusahaan lokal yang sudah dibantu pemerintah dan juga perbankan kemudian menjadi malas dan memilih untuk menjadi subkontraktor/broker perusahaan asing saja maka cita-cita kemandirian teknologi dan ketahanan nasional Indonesia akan sulit terwujud. Rencana pemerintah memberikan insentif pajak untuk sektor galangan kapal adalah terobosan yang perlu dilakukan segera.

Situasi atau masalah keempat adalah koordinasi antara pemangku kepentingan migas dan pelaksana konsep tol maritim. Pemangku kepentingan migas seperti SKK Migas, Kementerian ESDM,BPH Migas, Pertamina perlu duduk bersama dengan pelaksana konsep tol maritim yang dalam hal ini adalah Kementerian Perhubungan, Kemenko Maritim, Kementerian Pekerjaan Umum. Egoisme sektoral perlu dikesampingkan untuk mewujudkan tol maritim yang multi fungsi, efisien dan efektif. Peranan Kementerian Koordinator Maritim dalam hal ini adalah sangat penting dan akan menjadi ujung tombak terjadinya koordinasi antar pemangku kepentingan. Seperti kita ketahui bahwa konsep-konsep besar sudah pernah diutarakan pemerintahan sebelumnya (MP3EI dsb) tapi minim realisasi karena kurangnya atau lambatnya koordinasi yang diperlukan. Mudah-mudahan slogan kerja kerja kerja dan speed di pemerintahan baru ini akan mengatasi hambatan di masa lalu.

Situasi atau masalah kelima adalah dana untuk mewujudkan konsep poros maritim. Kebutuhan dana sebesar US $ 700 milliar atau 8400 trilliun dengan kurs 12,000. Anggaran pemerintah saja tidak akan cukup untuk mendukung implementasi poros maritim. Merujuk pada total nilai belanja negara di tahun 2014 sebesar 1.842,5 trilliun rupiah dan diasumsikan akan ada pertumbuhan di APBN di 2015 dan seterusnya maka kapasitas negara untuk mewujudkan poros maritim sangat terbatas. Kita tahu bahwa APBN sendiri perlu dipakai untuk berbagai pos rutin,subsidi dan juga pembangunan lainnya. Jadi dari mana lagi sumber pendanaan yang bisa diharapkan untuk menambal kekurangan yang masih besar tersebut ? Ada beberapa sumber yang bisa diharapkan yaitu BUMN khususnya BUMN perhubungan seperti Pelindo,Pelni dsb, swasta dalam negeri, Tiongkok yang mempunyai Silk Road Fund, Bank Pembangunan Infrastruktur Asia yang baru saja dibentuk dan sudah diikuti oleh Indonesia dan bantuan bilateral plus investasi negara-negara lainnya yang sudah menunjukan ketertarikan luar biasa pada poros maritim ini seperti : Jepang, Korea dan lain sebagainya. Kekuatan keroyokan semacam ini diperlukan untuk membuat poros maritim ini bukan hanya macan di atas kertas. Mengenai bantuan ataupun investasi dari berbagai negara seperti Tiongkok,Jepang dll maka selalu ada kekhawatiran bahwa sebagian besar bantuan atau investasi tersebut akan dibawa pulang ke negara mereka hampir seketika dengan terlibatnya berbagai perusahaan dari negara asal dalam proyek bantuan/investasi tanpa transfer teknologi yang berarti. Tentu saja pemerintah akan bijaksana dalam memastikan bahwa perusahaan lokal mendapatkan porsi semestinya dan juga dapat belajar untuk upgrading diri/moving up the value chain. Perusahaan lokal tidak akan terus menerus menjadi tukang jahit atau mengerjakan porsi sederhana dari suatu proyek tapi harus dilibatkan secara berani dan bersungguh-sungguh dalam porsi kerjaan yang lebih berat dan menantang. Peranan pemerintah dalam bentuk regulasi dan juga enforcement akan sangat penting untuk melihat ini terjadi. Mekanisme business to business saja tidak akan mampu memecahkan masalah kurangnya transfer teknologi dan pengetahuan dari perusahaan asing dengan perusahaan lokal. Tiongkok adalah contoh sukses dalam hal ini karena banyak perusahaan migas dan teknologi asing “dipaksa” untuk mengajari perusahaan lokal apabila mereka ingin mendapatkan proyek dan bisnis besar di Tiongkok.

Dari ulasan di atas mari kita bersama-sama memberikan urun rembug dan juga dukungan kita bagi terwujudnya poros maritim dan tol laut di Indonesia khususnya bagi ketahanan migas nasional.

Thursday, August 15, 2013

Penangkapan Kepala SKK Migas Dan Masa Depan Regulator Hulu Minyak Dan Gas Indonesia


Tadi pagi saya lumayan terkejut melihat berita di TV nasional mengenai operasi tangkap tangan terhadap DR. Rudi Rubiandini, Kepala SKK Migas yang baru dilantik 7 bulan lalu. Di samping Rudi ditangkap pula perantara dan pemberi uang yang berasal dari swasta (diduga dari KO). Sesudah mandi dan minum kopi maka saya yakin bahwa berita ini benaran, bukan gosip.

Keterkejutan ini hanya sementara saja karena saya kembali teringat beberapa cerita mengenai tindak tanduk oknum SKK Migas / dulunya BP Migas ketika melakukan rig visit, field visit dan sebagainya. Di samping itu melakukan sedikit browsing internet maka diketahui KO merupakan perusahaan perdagangan minyak mentah berbasis di Singapura. Seperti kita ketahui dari berbagai media KO memenangkan tender perdagangan minyak mentah dari SKK Migas di tahun-tahun sebelumnya tapi belum di tahun 2013 ini. Dari sini kita bisa analisis sendiri kenapa ada pemberian uang/gratifikasi yang mencetak rekor sebagai jumlah uang terbanyak dalam operasi tangkap tangan KPK.


Perhitungan matematis bisnis mengenai transaksi ini sederhana saja :

Jatah minyak mentah milik negara yang akan dialokasikan ke trader : x barrel/hari
Gross margin yang diambil oleh trader sesudah berhasil menjual ke berbagai kilang di luar negeri : y USD
Jumlah hari : 300 hari (anggap saja tidak setiap hari ada shipment atau pembelian)

Maka dengan berandai-andai saja bahwa :

Jatah minyak mentah milik negara yang dialokasikan ke trader KO : misal 30,000 barrel/hari (produksi minyak Indonesia sekitar 900 ribu barrel/hari sehingga ini berkisar sekitar 3.33% dari total lifting minyak mentah Indonesia).
Gross margin yang diambil oleh trader : 1 USD
Jumlah hari : 300 hari
Gross margin per tahun : 30,000 x 1 x 300 USD = 9,000,000 USD

Nett margin sendiri bisa kita perkirakan masih besar karena aktivitas trading company hanyalah semacam broker saja yaitu mendapatkan pembeli di luar negeri dan menyiapkan logistik pengiriman. Tidak ada produksi maupun resiko besar yang harus ditanggung. Dengan jaringan bisnis yang sudah ada ditambah internet dan telepon maka bisnis sudah bisa dijalankan dengan baik. Lebih sempurna lagi apabila trading company memiliki storage/oil bunker yang memberikan fleksibilitas lebih luas yaitu menyimpan minyak pada saat harga rendah sekali, untuk dijual di kemudian hari pada saat harga cukup bagus. Bukankah prinsip dasar dagang sederhana saja : buy low, sell high atau paling tidak buy high, sell higher.


Fokus utama tulisan ini sebenarnya bukan untuk analisa keekonomian trader minyak mentah tapi lebih pada mengambil hikmah kasus Kepala SKK Migas dan menjadikan ini sebagai momentum perbaikan regulator migas hulu Indonesia untuk kemakmuran seluruh rakyat Indonesia.


Sesudah pembubaran BP Migas paska keputusan Mahkamah Konstitusi maka terjadi pergantian cepat institusi BP Migas menjadi SKK Migas.
Perbedaan antara BP Migas dan SKK Migas sebagai berikut :

BP MIGAS

Kepala BP Migas bertanggung jawab dan melapor langsung kepada Presiden
Tidak ada dewan pengawas


SKK MIGAS

Kepala SKK Migas bertanggung jawab dan melapor kepada Menteri ESDM
Ada dewan pengawas


Secara garis besar bisa dilihat bahwa perbedaan yang ada tidak terlalu signifikan. Perubahan terjadi pada reporting line : dari ke Presiden menjadi ke Menteri ESDM dan kehadiran dewan pengawas. Penugasan dan pola kerja SKK Migas masih sama dengan BP Migas.


Merujuk pada UUD 1945 pasal 33 yang berbunyi “ Bumi dan air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar besar kemakmuran rakyat”. Dari sini bisa kita lihat perlunya negara berperan dalam penguasaan dan pemanfaatan bumi, air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya (dalam hal ini migas dan bahan mineral). Tata cara pengelolaan yang baik tentu saja menjadi prasyarat untuk pemanfaatan migas yang baik untuk kemakmuran rakyat.


Ada beberapa aspek industri migas yang perlu diketahui sebelum kita melangkah lebih jauh :


1. Kemampuan lapangan/hands-on professional migas dan birokrat masih dan akan jomplang.
Jam terbang di dunia perminyakan sangatlah penting. Pengeboran di offshore beda dengan onshore. Pengeboran di lapangan yang memiliki suhu dan tekanan tinggi akan berbeda dengan pengeboran di lapangan berkondisi sebaliknya.
Birokrat dan akademisi yang notabene duduk di belakang meja akan memiliki kemampuan lapangan yang berbeda. Saya pernah kerja di rig di mana company man-nya adalah pengajar senior di Akademi Migas ternama di Jawa Tengah. Saya menyaksikan sendiri bagaimana company-man bingung dan panik luar biasa karena terjadi kondisi-kondisi di luar teori yang dia ajarkan sendiri di Akademi tersebut.


2. Kegesitan dan kewirausahaan dunia corporate versus birokrasi pemerintahan
Sudah sering kita dengar betapa lambatnya birokrasi pemerintahan di negeri kita seperti : proyek MRT yang sudah didiskusikan konon 17 tahun silam dan baru terlaksana sekarang di era Pak Jokowi. Ada perbedaan mindset nyata antara dunia corporate dan birokrasi pemerintahan.
Dunia corporate mengandalkan pada strategi, kewirausahaan dan kecepatan eksekusi. Sementara birokrasi pemerintahan bersandar pada banyak sekali rambu dan prosedur yang harus dipenuhi. Dan ini belum termasuk dukungan politik dari kanan-kiri yang diperlukan untuk survive di posisi empuk / puncak tersebut.


3. Masa lalu Pertamina yang menjadi regulator dan operator juga
Kita bisa flash back ke masa di mana Pertamina menjadi regulator dan operator sekaligus. Yang terjadi adalah kompetensi dan unjuk kerja Pertamina bisa disalip dengan cepat oleh Petronas dan NOC lainnya seperti CNOOC. Kenapa ? Alasannya sangat sederhana. Anda tidak bisa menjadi pemain dan wasit sekaligus. Ketika terjadi maka akan ada satu sisi yang terbengkalai. Dalam hal Pertamina maka fungsi operator relatif jalan di tempat. Kita lihat bagaimana proses transformasi Pertamina sesudah fokus menjadi operator sangat cepat dan patut diacungi jempol. Pertamina berhasil menjadi perusahaan pertama nasional yang masuk Fortune 500 di bawah kepemimpinan Ibu Karen yang dulunya kerja di perusahaan multinasional sekelas Exxon dam Halliburton.


4. Resiko hukum ketika Indonesia vs Incorporation di luar negeri
Ketika terjadi masalah hukum antara perusahaan migas dengan regulator Migas maka ada potensi tuntutan hukum yang bisa dibawa sampai ke Arbirtrase atau Pengadilan Internasional. Ketika entitas perusahaan menuntut SKK Migas/ BP Migas/serupa maka mereka sebenarnya sedang menuntut Negara Indonesia sendiri. Apabila terjadi tuntutan luar biasa besar, tidak masuk akal dan dimenangkan pula maka Negara Indonesia harus menanggung beban ini.
Kita tentu saja tidak ingin ini terjadi,terlebih kita pernah menanggung renteng Lumpur Lapindo lewat pajak yang kita bayar.



Saya pribadi melihat pembentukan sebuah BUMN baru yang menjadi perwakilan Pemerintah Indonesia sebagai regulator hulu migas sebagai ide yang jauh lebih baik.
Kenapa ?


1) Sebagai regulator hulu migas maka mindset dan kompetensi yang ada diharapkan hampir sama dengan perusahaan migas dalam dan luar negeri


2) Diperbolehkan mengambil keuntungan secara hukum dan tentu saja diharapkan mengambil keuntungan sebesar mungkin bagi Negara.
Keuntungan ini bisa diperoleh melalui :

a) Penjualan minyak bagi hasil untuk pemerintah dengan harga sebaik mungkin, tanpa aneka rupa perantara lagi
b) Insentif atas keberhasilan menekan biaya eksplorasi dan produksi migas nasional.
Contoh : apabila rata-rata biaya produksi migas 25 USD dan berhasil ditekan menjadi 20 USD maka 1 USD saving bisa diambil sebagai profit yang akan kembali lagi ke negara dalam bentuk dividend / pembagian hasil usaha dari saham.


3) Kecepatan bertindak dan bereaksi lebih cepat tanpa terlalu banyak campur tangan politik. Pengawasan dilakukan oleh Dewan Komisaris, Kementerian, DPR dan tentu saja civil society.


4) Resiko tuntutan hukum
Apabila terjadi tuntutan hukum oleh perusahaan migas mitra kerja dan berdampak luar biasa besar bagi Negara Indonesia maka BUMN regulator ini bisa melakukan aksi-aksi korporasi untuk menekan dampak bagi Negara seperti : perdamaian, restrukturisasi sampai memailitkan diri. Ketika sebuah perusahaan pailit maka kewajiban mereka sebatas aset yang dimiliki saja tanpa berimbas kepada pemegang saham yang notabene adalah Pemerintah Indonesia.


5) Paket kompensasi karyawan yang bisa dibuat lebih bersaing dan menarik dengan perusahaan migas mitra kerja ataupun luar negeri.
Sebagai BUMN maka paket kompensasi bisa dibuat bersaing dan menarik sehingga :
a) Talent-talent Indonesia di luar negeri yang apatis bekerja menjadi birokrasi bisa ditarik balik
b) Peluang korupsi diperkecil


Demikianlah sedikit pemikiran dari saya yang pernah jadi “kuli minyak” sekian tahun. Semoga bisa berguna bagi kemajuan industri migas nusantara.

Sunday, July 15, 2012


It has been quite sometimes since my last posting back in 2010. Wow,time really passed and I haven’t written anything on my blog for the last two years. Well, I will be writing again (at least for the next couple of weeks). I have plenty of ideas and experiences that I would like to share with my beloved readers wherever they are. In the mean time happy weekend first !

Monday, August 02, 2010

Sekilas Tentang Wacana Pemindahan Ibukota RI

Baru baru ini wacana pemindahan ibukota RI kembali digaungkan dan sempat diulas secara mendetail oleh media massa. Saya tertarik sekali untuk memberikan pendapat saya apalagi saya sempat bertugas 1.5 tahun lamanya di Malaysia yang punya pengalaman memindahkan ibukotanya dari Kuala Lumpur ke Putrajaya.

Dalam sejarahnya sudah ada beberapa negara yang memindahkan ibukotanya. Sebut saja ada Australia yang memindahkan ibukota dari Sydney ke Canberra, Brasil yang memindahkan ibukota dari Rio De Janeiro ke Brasilia dan Pakistan yang memindahkan ibukotanya dari Karachi ke Islamabad. Yang terbaru tentu saja Malaysia dan Myanmar ( memindahkan ibukota dari Yangoon ke Naypyidaw ).

Ada banyak alasan yang mendorong negara-negara tersebut untuk melakukan pemindahan. Australia memindahkan ibukotanya sekitar 100 tahun lalu dengan alasan mencari suatu tempat yang netral yang bisa dijadikan ibukota dan harus berada di antara Melbourne ( ibukota negara bagian Victoria ) dan Sydney ( ibukota negara bagian New South Wales ). Victoria dan New South Wales adalah 2 negara bagian utama di Australia hingga saat ini. Melbourne dan Sydney adalah 2 kota besar penopang Australia yang saling bersaing saat itu untuk menjadi ibukota.

Sementara itu pemindahan ibukota oleh Myanmar diduga untuk menghindari serangan militer dari US dan sekutunya serta menjauhkan infrastruktur pemerintahan dan militer dari berulangnya kembali chaos tahun 1988. Ada juga teori yang menyatakan bahwa tempat baru dipilih karena posisinya strategis di tengah-tengah Myanmar dan juga alasan mistis. Myanmar sampai saat ini dikuasai oleh junta militer yang sangat paranoia dan tertutup sehingga Naypyidaw yang berada di tengah-tengah hutan mungkin menjadi pilihan terbaik ( tapi jangan lupa kalau US punya satelit mata-mata yang bisa mencapai banyak lokasi di dunia ).

Pemindahan ibukota Malaysia ke Putrajaya di tahun 1999 sendiri ditujukan untuk mengurangi kemacetan di Kuala Lumpur ( KL ) dan juga pemerataan pembangunan ke daerah lembah Klang ( Klang Valley ). Putrajaya tergolong tidak jauh dari KL karena dapat ditempuh dalam waktu 1 jam saja dengan kendaraan pribadi. Perkembangan Putrajaya sendiri cukup bagus sejauh ini tapi tidak sebaik yang direncanakan dulu oleh mantan PM Mahathir di era 1993 - 1995. Sampai saat ini Putrajaya didominasi oleh pegawai pemerintahan dan keluarganya yang tinggal di sana dan tergolong sepi aktivitas di malam hari. Transportasi umum ke Putrajaya sendiri tidak selancar dan semudah seperti yang direncanakan. Belum lagi masih banyaknya kedutaan besar negara asing yang belum pindah ke sana . KBRI sendiri masih berlokasi di Kuala Lumpur hingga saat ini tapi menurut berita sudah membeli sebidang tanah di Putrajaya ( Nantinya kantor KBRI di Kuala Lumpur masih akan difungsikan untuk melayani WNI : keterangan Dubes Dai Bachtiar pada saat acara temu ramah dengan WNI di Kuala Lumpur baru-baru ini ). Perlu dicatat bahwa biaya yang dikeluarkan untuk membangun dan membina Putrajaya tidaklah sedikit.

Kembali ke Indonesia yang sudah sekian lama beribukota di Jakarta. Perlu dicatat bahwa Indonesia sempat beribukota di Yogyakarta dan Bukit Tinggi selama revolusi kemerdekaan tapi hanya untuk sesaat saja. Jakarta dengan luas sekitar 650 km2 dan penduduk sekitar 10 juta boleh dibilang sangat padat dan macet sekali saat ini. Dengan status khususnya maka Jakarta dibawahi oleh seorang Gubernur,seorang Wakil Gubernur,beberapa Deputi Gubernur, 5 walikota administratif ( Utara,Pusat,Barat,Timur dan Selatan ) dan Bupati Kepulauan Seribu. Jakarta sendiri juga dilingkari oleh beberapa kota penyangga seperti Tangerang,Bekasi,Depok dan Bogor yang didiami beberapa juta orang lainnya. Istilah yang sering dipakai untuk Jakarta dan kota penyangganya adalah Jabodetabek.

Menurut hemat saya pada dasarnya wacana pemindahan ibukota RI bagus dan idealistis tapi tidak realistis untuk dilakukan saat ini / dalam waktu dekat.

Para pendukung pemindahan ibukota RI ke tempat lain mengutarakan beberapa alasan sebagai berikut :

1. Mengurangi kemacetan di Jakarta
2. Memperbaiki mutu pelayanan pemerintahan
3. Mengurangi urbanisasi
4. Memeratakan pembangunan
5. Bebas gempa dan tsunami
6. Posisi geografis harus di tengah-tengah Indonesia

Namun ada beberapa sisi negatif / kekurangan / hal yang tidak pernah dilontarkan oleh para pendukung wacana tersebut sebagai berikut :

1. Polemik yang bisa berkepanjangan tentang daerah mana yang akan dipilih sebagai pengganti Jakarta. Ada beberapa daerah yang sempat diusulkan di masa silam seperti Palangkaraya dan Ponggol ( Bogor ). Tidak tertutup kemungkinan banyak daerah lain yang akan mengusulkan diri sebagai ibukota dengan alasannya masing2. Polemik berkepanjangan bukan hanya menghabiskan waktu tapi juga energi yang harusnya bisa digunakan secara positif untuk membangun negeri ini yang masih ketinggalan di banyak sektor.

2. Biaya yang dikeluarkan untuk survey,pembangunan dan pembinaan sebuah ibukota sangatlah besar. Ini belum memperhitungkan lagi adanya kebocoran akibat dana pembangunan dikorupsi para oknum pejabat dan politisi. Kita bisa bandingkan dengan Malaysia yang sudah menghabiskan uang sekitar 20 milyar Ringgit Malaysia ( 56 trilliun rupiah ) untuk pembangunan Putrajaya selama 15 tahun. Pembangunannya sendiri belum selesai saat ini dan diperkirakan dibutuhkan sekitar 5 tahun lagi untuk menyelesaikannya.
Perlu disadari bahwa Indonesia bukanlah negara kaya ( berbeda dengan yang sering didengung dengungkan selama ini ) dan masih banyak berutang di dalam dan luar negeri. Indonesia sendiri masih memiliki banyak kebutuhan mendesak lainnya mulai dari transportasi yang lebih baik,listrik yang masih byar pet ( rasio elektrifikasi baru mencapai 62% ) ,amanat pendidikan yang harus mencapai 20% anggaran,kesehatan universal yang lebih baik buat rakyat, perbaikan pertahanan negara dsb. Alangkah baiknya kita menyelesaikan masalah yang paling urgen dulu sebelum menghabiskan banyak uang untuk ibukota RI yang belum tentu menyelesaikan masalah yang ada.

3. Kembali ke poin 2 bahwa sebagian dana yang ada bisa dipakai untuk menyelesaikan masalah kemacetan dan banjir di Jakarta. Dana tersebut bisa dipakai untuk membangun jalur MRT utara – selatan dan timur-barat, monorail,KRL yang lebih nyaman,jalur kereta api dari bandara Soekarno Hatta ke Manggarai,busway,banjir kanal timur,Jakarta water front dan lain sebagainya. Dengan menyelesaikan masalah kemacetan sehari-hari ini kita bisa menghapus penderitaan setiap hari yang dialami jutaan warga Jakarta dan maaf-maaf saja salah satu alasan pemindahan ibukota pun akan hilang dengan sendirinya.

4. Alasan logistik untuk mendekatkan ibukota ke kawasan timur Indonesia tidaklah terlalu valid. Saat ini sudah banyak penerbangan murah yang bisa dijangkau oleh warga Indonesia sampai kawasan timur Indonesia untuk mencapai Jakarta. Frekuensi dan mutu penerbangan & pelayaran tinggal diperbaiki saja. Media telekomunikasi dan massa sendiri sudah banyak tersedia mulai dari telepon seluler,internet,tv,radio dan lain sebagainya yang dapat menghubungkan dan menghibur rakyat dari Sabang sampai Merauke.

5. Dekatnya Jakarta dengan pusat populasi dan kegiatan ekonomi di Indonesia yaitu pulau Jawa dan Sumatera. Kita tahu bahwa pulau Jawa dan pulau Sumatera adalah 2 pulau berpenduduk paling banyak. Bila logikanya adalah untuk meningkatkan pelayanan pemerintahan maka ibukota harusnya berlokasi di pulau Jawa karena dekat ke mayoritas rakyat sebagai “customernya”. Pelayanan pemerintahan di daerah Indonesia timur dan tengah sendiri bisa dilakukan dengan baik oleh pemerintahan provinsi,kabupaten,kecamatan dan kelurahan yang sudah hadir di sana.


6. Era digital sendiri memungkinkan banyak aktivitas sehari-hari pelayanan pemerintahan dapat dilakukan melalui internet ( online ) seperti pembuatan NPWP,pelayanan pajak,pembuatan SIM ,paspor,SISMINBAKUM dan lain sebagainya. Di masa depan saya lihat posisi geografis ibukota tidak akan begitu penting lagi ( asalkan pertahanannya kuat dari agresi asing dan tidak gampang kebanjiran ).Di samping itu Jakarta sendiri memiliki infrastruktur komunikasi paling bagus saat ini di Indonesia ( baik internet,telepon selular,tv kabel dsb ).

7. Kita perlu belajar dari pengalaman pemindahan kantor pusat beberapa BUMN ke daerah yang tergolong tidak berhasil. Banyak karyawan kantor pusat yang enggan pindah ke daerah karena berbagai macam alasan mulai dari betahnya mereka di Jakarta yang kaya akan fasilitas,alasan keluarga dsb. Tidak tertutup kemungkinan banyak karyawan pemerintahan pusat yang akan menolak atau enggan untuk pindah ke daerah baru yang dipilih sebagai ibukota RI dengan berbagai alasan personal yang hampir mirip.


Demikian saja sedikit pemikiran dari saya. Saya harap wacana pemindahan ibukota RI bisa didiskusikan dan ditelaah lebih lanjut baik pro dan kontranya. Wacana ini sendiri jangan sampai terjebak pada kepentingan dan keinginan sesaat segelintir orang saja tapi harus membawa manfaat yang signifikan bagi seluruh rakyat Indonesia.

Saturday, July 24, 2010

Elpiji Sayang Elpiji Malang

Maraknya pemberitaan akhir-akhir ini tentang tabung gas yang meledak kembali mengugah perhatian banyak pihak mulai dari pemerintah,parlemen,partai politik,LSM dan lain sebagainya.


Program konversi minyak tanah ke elpiji yang sudah berlangsung 3 - 4 tahun ini relatif adem ayem saja selama ini dan tergolong berhasil dengan tingkat partisipasi yang tinggi. Kita bisa melihat bagaimana masifnya pemakaian elpiji saat ini mulai dari penjual makanan kaki lima,restoran,rumah tangga dsb. Program konversi ini dilakukan pada saat harga minyak dunia membubung tinggi ( pernah mencapai 140 USD ) dan subsidi yang harus dikeluarkan untuk minyak tanah adalah sangat tinggi saat itu ( mendekati 50 trilliun rupiah ). Sementara pada saat yang sama Indonesia memiliki elpiji yang jauh lebih murah dan banyak diproduksi sendiri dari berbagai sumur gas. Tentu saja adalah suatu hal yang logis kita berusaha mengurangi subsidi dengan beralih ke elpiji. Keuntungan yang diperoleh bukan hanya di pemerintah saja yang berhasil mengurangi subsidi hampir 40 trilliun rupiah untuk dialihkan ke sektor lain yang non konsumtif ( seperti pembangunan infrastruktur jalan,listrik dsb ). Masyarakat luas sebagai konsumen sendiri bisa berhemat dari selisih harga pemakaian elpiji yang lebih murah. Kononnya penghematan bisa mencapai Rp. 360,000. Penghematan sebesar ini tentunya sangat membantu bagi masyarakat bawah.


Jauh sebelum program konversi masal ini dilaksanakan sudah banyak orang ( khususnya di perkotaan ) yang memakai elpiji dengan tabung seberat 12 kg. Kita pernah dengar juga kejadian ledakan tabung gas di masa silam tapi tidak ada backlash / antipati yang begitu tinggi dari masyarakat dan media massa. Ada apakah ini ?

Beberapa hal yang menyebabkan backlash dan ketakutan di masyarakat adalah sebagai berikut :

1. Kuantitas pemakaian memang sudah sangat tinggi saat ini. Tercatat ada 44 juta tabung elpiji 3 kg yang berstandar SNI dan sekitar 9 juta tabung elpiji 3 kg tidak berstandar SNI / ilegal. Bila kita hitung maka ada sekitar 53 juta tabung elpiji. Apabila setiap tabung dipakai oleh 1 keluarga dengan jumlah anggota keluarga 4 orang saja maka 53 juta tabung elpiji 3 kg ini sudah mencakupi hampir 200 juta penduduk. Apabila kita mendengar ada 1 ledakan tabung elpiji saja di seluruh wilayah Indonesia tiap harinya maka secara persentase hanya mencapai :

1 / 53.000.000 x 100% = 1,886 x 10-6 % ( satu koma delapan delapan enam dengan pangkat minus 6 % ).

Ini adalah suatu jumlah yang sangat kecil sebenarnya !

2. Sorotan pemberitaan yang terlalu sering,berlebihan dan berulang-ulang oleh media massa. Don’t get me wrong. Saya sangat mendukung kebebasan pers yang bisa kita nikmati di masa reformasi ini. Pemberitaan tentang ledakan memang punya efek positif ( kontrol dan edukasi ) yaitu mengingatkan orang untuk berhati-hati dalam pemakaian elpiji ,mengingatkan pemerintah untuk fokus mengatasi masalah yang terjadi dan juga memberikan efek takut ke pemalsu tabung ( dengan gencarnya pemberitaan sweeping oleh aparat di berbagai daerah ).
Namun efek negatifnya kadang justru lebih besar yaitu menimbulkan kekhawatiran berlebihan di masyarakat. Masyarakat yang sudah nyaman memakai elpiji pun menjadi takut memakai dan ingin beralih ke sumber energi lain seperti minyak tanah,kayu bakar dsb.

3. Politisasi masalah. Soal ini kita bisa tahu dari banyaknya pihak yang ikut bicara dan mengecam tanpa tahu permasalahan sebenarnya,tidak memberikan solusi konstruktif dsb.


SNI belakangan seringkali dikemukakan / diangkat sebagai alasan mengapa ada tabung yang gampang rusak / meledak.
Tabung Elpiji 3 kg pada dasarnya harus memenuhi standard Safety SNI 19-1452-2001 yang ditetapkan dan diuji oleh Badan Standardisasi Nasional ( Lamannya adalah www.bsn.go.id ). BSN sendiri telah menetapkan 5 SNI terkait tabung gas dan aksesorisnya, sebagai berikut:

• SNI 1452:2007 Tabung Baja LPG;
• SNI 15-1591-2008 Katup Tabung Baja LPG;
• SNI 06-7213-2006 Selang Karet untuk Kompor Gas LPG;
• SNI 7369-2007 Regulator Tekanan Rendah Untuk Tabung Baja LPG;
• SNI 7368:2007 Kompor Gas Bahan Bakar LPG Satu Tungku dengan Sistem Pemantik Mekanik.

Informasi selanjutnya dapat diakses lebih lanjut di website yang tercantum di atas berhubung kalau saya jelaskan akan menjadi terlalu teknis dan detail ( dan saya juga tidak bisa jelaskan lebih lanjut :) ).


Untuk keselamatan bersama pada dasarnya ada beberapa langkah penting yang bisa saya sarankan sebagai penulis untuk kedua belah pihak ( pemerintah dan rakyat sebagai konsumen ).

Langkah-langkah yang perlu dilakukan oleh masyarakat sebagai konsumen :
1. Memeriksa kondisi tabung,selang karet,regulator,katup secara berkala. Lakukan penggantian spare part yang rusak segera. Berdasarkan informasi maka spare part yang dulunya diberikan secara gratis oleh pemerintah perlu diganti setahun sekali.

2. Apabila ada kerusakan ataupun mencium bau kebocoran dari gas maka hentikan pemakaian dan bawa tabung elpiji tersebut ke tempat yang aman ( lapangan ,taman atau dikembalikan ke pengecer / agen elpiji apabila dimungkinkan ). Ketika kita bawa tabung elpiji yang bocor ke lapangan atau taman yang terbuka / luas maka efek ledakan / tekanan akan bisa diminimalisir karena area yang lebih luas dan sirkulasi udara yang cukup. Lain halnya apabila ledakan / tekanan gas terjadi di ruangan sempit ( seperti dapur tanpa ventilasi yang cukup ).

3. Proaktif melaporkan adanya produk-produk palsu tidak berSNI ke aparat yang berwenang ( polisi dsb )


Langkah-langkah yang perlu dilakukan oleh pemerintah ( melalui PERTAMINA dan berbagai instansi terkait lainnya )

1. Melakukan penyuluhan dan demo pemakaian ulang ke warga-warga. Penyuluhan ulang diperlukan untuk refreshing pengetahuan pemakaian dan juga untuk mencakup sebanyak mungkin warga yang belum tersentuh oleh penyuluhan sebelumnya.

2. Quality control produk elpiji 3 kg dan 12 kg perlu ditingkatkan sehingga tidak ada lagi tabung rusak yang bisa lolos ke pasaran dsb.

3. Tindakan penegakan hukum difokuskan terhadap para produsen dan distributor produk elpiji non-SNI. Kenapa saya sarankan untuk fokus pada para produsen dan distributor ?

a. Karena mereka adalah bagian utama dan pertama dari proses distribusi produk secara keseluruhan. Mereka mensupplai produk ke ribuan pengecer tingkat bawah sehingga efeknya bisa sangat masif. Menangkapi para pengecer di tingkat bawah pada dasarnya tidak akan banyak berarti karena mereka hanya menjual produk yang disupplai oleh para produsen dan distributor nakal tersebut dan seringkali mereka juga tidak tahu bahwa produk yang dijual palsu.

b. Karena jumlah aparat yang terbatas sehingga tindakan perlu difokuskan pada sesuatu yang bisa memberikan efek lebih optimal dalam waktu yang relatif singkat.

4. Perlu dibentuk satgas yang mengkoordinasikan aksi pemerintah menangani kasus ledakan elpiji 3 kg sehingga tidak terjadi tumpang tindih antar instansi di lapangan dan juga jelasnya rantai kendali ( tidak ada ping pong tanggung jawab / antar instansi ). Tentu saja kita tidak ingin bahwa setiap korban ledakan harus ke istana dulu sebelum mendapatkan perhatian dari RS atau Departemen Kesehatan di daerah masing-masing. Kita juga tidak ingin melihat aparat kepolisian justru mensweeping dan menyita produk-produk berSNI yang justru dibutuhkan oleh masyarakat karena kurangnya pengetahuan produk / kurangnya koordinasi dengan Dinas Perindustrian dan Perdagangan setempat.


Demikian saja sekelumit pemikiran dari saya. Policy konversi energi yang sebenarnya sangat bagus selama ini sayang sekali apabila direverse atau diganti karena kejadian ledakan tabung elpiji belakangan ini. Kita tentu saja sedih atas terjadinya berbagai kecelakan / ledakan tabung yang memakan korban sampai anak kecil / bayi yang tidak tahu apa-apa. Kita tentu saja tidak ingin sebatas iba atau sedih tapi harus bisa belajar dari berbagai kejadian ledakan tabung ini dan kemudian mencoba memperbaikinya bersama-sama ( continous learning and continous improvement ).Saya harapkan bahwa dari berbagai tindakan perbaikan nyata yang akan dilakukan maka program ini tetap akan on track dan bisa berlangsung dengan lancar seterusnya di masa yang akan datang.