Saturday, November 21, 2009

Antara Jembatan Selat Malaka dan Jembatan Selat Sunda

Akhir-akhir ini ramai diberitakan tentang usulan pembangunan megaproyek jembatan selat Malaka dan selat Sunda. Pendukung / proponen megaproyek jembatan selat Malaka dan Selat Sunda mengemukakan pendapatnya masing-masing di media massa dan berbagai diskusi / pertemuan. Bahkan ada laman yang membahas khusus jembatan Sunda dan mungkin juga jembatan Malaka nantinya.

Jembatan Selat Sunda sendiri direncanakan menghubungkan ujung selatan pulau Sumatera ( secara spesifik provinsi Lampung ) ke pulau Jawa ( secara spesifik provinsi Banten ). Pembangunan jembatan sepanjang 30 km ini diperkirakan akan memakan waktu 10 tahun dan biaya sebesar 100 trilliun rupiah dan Rp 500 miliar per tahun untuk operasional jembatan.Bila dibandingkan dengan jembatan terpanjang di Asia saat ini yaitu jembatan Teluk Hangzhou di China yang berjarak 36 km maka jembatan Selat Sunda sedikit lebih pendek saja. Jembatan Selat Sunda rencananya akan dibuat enam lajur kendaraan, masing-masing tiga lajur dalam satu ruasnya. Jembatan selebar 60 meter ini juga dilengkapi dua jalur pejalan kaki dan jalur darurat. Jembatan ini juga akan dilengkapi dua rel kereta.

Ada beberapa manfaat yang ditampilkan dan ditonjolkan dengan munculnya jembatan ini. Pertama adalah mobilitas dan interaksi antara pulau Jawa dan pulau Sumatera akan jauh lebih baik. Berdasarkan sensus penduduk tahun 2000 maka pulau Jawa dihuni 59.19% dari total penduduk Indonesia yang berjumlah total 203,46 juta. Sementara pulau Sumatera dihuni 20.97% dari total penduduk Indonesia. Penduduk Indonesia saat ini diperkirakan sekitar 240 juta jiwa dengan persentase di Jawa dan Sumatera yang tidak jauh berubah di banding sensus tahun 2000. Tentu saja potensi penduduk yang sangat besar belum termasuk mobilitas tambahan dari penduduk di pulau-pulau lainnya. Saat ini waktu tempuh dari Jakarta ke Bandar Lampung sekitar 6 jam dengan sambungan feri dari Bakauheni ke Merak. Apabila jembatan ini ada maka waktu tempuh pun akan lebih singkat misalnya saja menjadi sekitar 4 jam saja. 2 jam penghematan untuk satu kali perjalanan akan sangat berarti bagi para pekerja komuter ataupun angkutan ekspedisi barang barang cepat rusak / busuk seperti sayur mayur,buah,daging dan lain sebagainya. Pulau Jawa dan Pulau Sumatera adalah 2 pulau dengan penduduk terbanyak di Indonesia serta merupakan tulang punggung utama perekonomian Indonesia. Pulau Sumatera terkenal akan kekayaan sumber daya alamnya seperti karet,kelapa sawit,batubara,minyak,gas dan lain sebagainya. Sementara pulau Jawa terkenal akan sumber daya manusia yang melimpah,konsumen terbesar,perindustrian seperti tekstil,assembling mobil dsb serta pusat pemerintahan Indonesia yang berada di Jakarta.

Kedua adalah percepatan pertumbuhan di pulau Sumatera dan Jawa. Sumatera Selatan,Riau,Jambi,Sumatera Utara bahkan Aceh yang relatif kaya akan sumber daya alam seperti batubara,gas dan lain sebagainya akan dapat mengirimkan hasilnya ke pulau Jawa sebagai konsumen terbesar secara langsung melalui jalur darat. Sementara beberapa provinsi yang relatif lebih tertinggal yaitu Bengkulu dan Bangka Belitung dapat mengalami percepatan pembangunan. Lampung dan Banten sendiri sebagai tuan rumah dari jembatan ini akan mengalami pertumbuhan yang lebih pesat lagi dari trafik yang melintas di jembatan ini.

Ketiga adalah memperkuat ketahanan dan keamanan wilayah Indonesia. Dengan hadirnya jembatan ini maka otomatis sudah ada 3 pulau yang terkoneksi langsung dengan jalur darat yaitu Pulau Sumatera,Jawa dan Madura. Mobilitas tentara dan polisi Indonesia tentu saja akan lebih baik daripada sekarang yang harus mengandalkan transportasi udara atau laut dengan segala keterbatasannya. Kita tahu bahwa kemampuan alutsista udara dan laut Indonesia masih jauh di bawah kebutuhan sehingga keberadaan jembatan akan sangat memudahkan mobilitas pasukan ataupun polisi lewat jalan darat pada keadaan darurat bencana ataupun perang.

Keempat adalah kepercayaan diri yang cukup besar pada anak-anak bangsa untuk dapat melakukan megaproyek seperti ini yang meningkat tajam dengan suksesnya pembangunan dan operasi jembatan Surabaya Madura ( Suramadu ). Jembatan Suramadu yang mendapat dukungan dana dari China adalah jembatan terpanjang di Asia Tenggara untuk saat ini.

Ada juga pihak-pihak yang tidak mendukung proyek jembatan Sunda dengan berbagai alasan dan motif. Alasan pertama yang sering dikemukakan adalah resiko gempa yang cukup tinggi mengingat Selat Sunda sangat dekat ke daerah patahan dan juga Gunung Krakatau yang masih dapat meletus. Resiko gempa ini perlu dikaji lebih jauh sehingga diharapkan kalau jembatan ini dibangun maka tidak akan membahayakan penggunanya serta dapat digunakan dalam jangka waktu cukup lama tanpa kerusakan berarti ( kita batasi saja 100 tahun ).

Kedua yaitu internal rate of return proyek ini tergolong rendah sehingga sulit menarik investor swasta. Bila pendapatan yang diperoleh investor sebesar US$ 50 juta per tahun untuk penyewaan jalan tol dengan berasumsi bahwa tiap hari jembatan itu dilewati 160 ribu kendaraan. Sedangkan pendapatan sewa fasilitas lain, seperti rel kereta api dan lain sebagainya juga US$ 50 juta per tahun. Dengan asumsi ini maka investasi baru diperkirakan kembali dalam masa 27 tahun. 27 tahun adalah masa yang panjang dan akan sulit menarik investor swasta ke dalamnya.

Ketiga yaitu adanya usulan untuk memperbaiki sistem transportasi laut berbasis jet foil dan feri. Indonesia adalah suatu negara maritim dengan lautannya yang terbentang luas maka wajar saja ada sebagian pihak ingin memperkuat transportasi laut yang ada terlebih dahulu sebelum melangkah ke megaproyek jembatan. Hemat saya untung rugi sistem transportasi laut dan darat perlu dikaji lebih lanjut. Di samping itu keberadaan jembatan tidak akan dapat menghapuskan sama sekali kebutuhan akan transportasi laut yang mumpuni karena kapasitas angkut barang yang lebih besar dan juga sebagai cadangan bila ada gangguan pada jembatan seperti kecelakaan,kemacetan luar biasa,bencana alam dan lain sebagainya.

Keempat adalah Indonesia sudah menandatangani konvensi internasional. Dengan menandatangani konvensi ini maka Indonesia mengakui bahwa ada alur laut kepulauan Indonesia (ALKI) atau sea line of connection. Konvensi internasional daerah laut mengharuskan selat sunda harus terbuka untuk trafik dunia karena ini menyangkut gerakan maritim dunia. Jadi bila kita membangun sesuatu di Selat Sunda maka harus diyakinkan bahwa semua jenis kapal akan bebas bergerak, termasuk kapal induk dan tanker yang tinggi.

Kelima adalah interaksi ekonomi antar berbagai provinsi justru akan menimbulkan ego dan persaingan antar daerah ( contoh Lampung dengan Sumatera Selatan, Banten dengan Jawa Barat dan lain sebagainya ). Menurut hemat saya maka interaksi ekonomi antar daerah adalah hal nyata dan positif yang tidak bisa dihindari lagi. Persaingan antar daerah untuk lebih maju dan menyerap investasi adalah hal wajar asalkan tidak mengarah pada egoisme kedaerahan dan persaingan tidak sehat. China adalah contoh nyata keberhasilan kompetisi antar daerah menarik investasi khususnya luar negeri sehingga saat ini bukan saja daerah Delta Mutiara ( Guangdong,Fujian dan sekitarnya ),Shanghai atau Beijing yang ramai investasi bahkan sekarang merambah ke Mongolia Dalam dan Xinjiang yang relatif jauh dari tepi pantai dan terisolir dulunya. Namun kita tetap perlu waspada akan bahaya egoisme kedaerahan dan persaingan tidak sehat yang dapat memicu konflik sosial dan juga hadirnya peraturan-peraturan daerah yang tumpang tindih dan saling mematikan.

Bila jembatan Sunda lebih banyak digagas pihak dalam negeri Indonesia maka jembatan Malaka adalah case in point berbeda karena lebih banyak dimotori oleh pihak Malaysia ( dalam hal ini pemerintahan Federal dan negara bagian Malaka ). Berdasarkan penelusuran ide ini pertama kali dilontarkan pada tahun 1995 pada masa pemerintahan Soeharto dan Mahathir Muhammad. Tentu saja proyek ini tidak pernah dilaksanakan karena krisis ekonomi 1997 dan fase pemulihan sesudahnya.

Jembatan Malaka sendiri diusulkan kembali pada akhir tahun 2008 pada suatu acara regional untuk menghubungkan antara Kuala Tinggi,Malaysia ke Dumai,Riau di Indonesia. Untuk biaya diperkirakan menelan sekitar 12.5 miliar dollar AS ( sekitar 125 trilliun rupiah ). Pendanaan sendiri sedang dicari dan tampaknya metoda Private Finance Initiative akan dipakai.

Ada beberapa logika atau justifikasi yang sering dipakai oleh proponen proyek ini. Pertama adalah potensi Sumatera dengan populasi sekitar 50 juta jiwa serta potensi semenanjung Malaysia di mana mayoritas penduduk Malaysia tinggal dan juga pusat utama perekonomiannya ( sekitar 20 juta jiwa atau 80% total populasi ). Potensi tambahan adalah Singapura dengan populasi sekitar 4.5 juta jiwa yang dapat mencapai Kuala Tinggi,Malaysia lewat jalur darat dalam waktu 2 sampai 2.5 jam.

Alasan kedua adalah strategisnya selat Malaka sebagai jalur transit perdagangan dunia. Keberadaan jembatan akan meningkatkan kemampuan kontrol atas selat Malaka oleh Indonesia dan Malaysia. Sekitar 25% barang-barang produksi dunia melintasi Selat Malaka tiap tahunnya. Tentu saja perlu dipikirkan lebih mendalam apakah keberadaan jembatan ini justru tidak akan menimbulkan masalah pada salah satu jalur pelayaran vital dunia ini karena panjang jembatan sekitar 52 km dan ketinggian jembatan yang harus sangat tinggi untuk memungkinkan kapal-kapal besar bisa melintas. Kita tentu saja tidak ingin keberadaan jembatan ini justru menyulitkan atau menutup jalur pelayaran yang vital bagi banyak negara di Asia dan dunia termasuk Indonesia sendiri.

Alasan ketiga adalah jembatan ini tidak akan mengalami bahaya gempa bila dibandingkan langsung dengan kompetitornya saat ini yaitu jembatan Sunda. Menurut saya faktor ini sangat minor dikarenakan teknologi tahan gempa sudah dapat dirancang. Kita dapat belajar dari Jepang dengan teknologi bangunan dan jembatan tahan gempanya yang sangat mumpuni. Kita juga dapat belajar dari China yang sukses dengan jembatan Hangzhounya baru-baru ini.

Ada beberapa isu dan masalah yang akan muncul dengan kehadiran jembatan Malaka ini. Saya akan melihatnya dari perspektif kedua belah pihak yaitu Malaysia dan Indonesia.

Dari Indonesia sendiri isu pertama adalah akan banyaknya wisatawan Indonesia ( khususnya Sumatera ) yang pergi ke Malaysia untuk belanja dan juga turisme medis.Bagi Indonesia ini akan menjadi sumber pengeluaran devisa di samping tidak akan banyak membantu ekonomi dan pembangunan dalam negeri Indonesia sendiri.

Isu kedua yaitu soal pertahanan dan keamanan Indonesia. Baru saja Indonesia sukses mengulung komplotan teroris pimpinan Nordin Mohammad Top yang terkenal dengan pergerakan lintas negaranya. Keberadaan jembatan ini akan sangat memudahkan pergerakan para teroris ke dalam wilayah Indonesia kembali tanpa terdeteksi. Di samping itu bagi Indonesia hubungan Malaysia – Indonesia yang kerap pasang surut ditandai dengan masih adanya klaim produk budaya dan wilayah seperti Ambalat di ujung utara Kalimantan yang kaya minyak maka keberadaan jembatan ini justru dapat melemahkan pertahanan Indonesia. Sumatera adalah bagian penting dari Indonesia. Kedekatan Sumatera dengan Malaysia yang terlalu berlebihan akan dapat membahayakan kesatuan berbangsa dan bernegara baik dalam aspek sosial,ekonomi,politik dan lain sebagainya. Hubungan antara Indonesia dan Malaysia adalah penting tapi hubungan antara Sumatera dengan bagian lain dari Indonesia ( Jawa,Bali,Kalimantan dsb ) jauh lebih penting.

Isu ketiga adalah soal pengelolaan dan mekanisme cost sharing pembangunan jembatan tersebut nantinya. Pemerintah Indonesia sendiri saat ini berusaha membangun infrastruktur yang lebih baik di berbagai pelosok Indonesia seperti jalan tol trans Jawa,jalan lintas Kalimantan,Sulawesi dan lain sebagainya. Kemampuan finansial Indonesia yang terbatas tentu saja memaksa Indonesia harus memprioritaskan proyek yang lebih urgen dan strategis. Hemat penulis maka proyek jembatan Malaka sendiri belum urgen meskipun strategis di masa depan. Hubungan antara Sumatera dan Malaysia sendiri sudah sangat mudah dengan keberadaan feri dan juga transportasi udara ( khususnya Airasia,Firefly dan Garuda )

Isu keempat adalah soal persaingan ekonomi. Tidak dinyana Sumatera memiliki potensi ekonomi sangat besar dengan batubara,gas,minyak,kelapa sawit,karet dan lain sebagainya.Luas lahan yang belum terolah masih banyak. Hutan yang sering terbakar dan mengirimkan asap ke Malaysia dan Singapura juga ada di Sumatera. Potensi tambang batubara dan migas juga masih banyak yang belum terolah. Semenanjung Malaysia sendiri meskipun masih memiliki kekayaan alam seperti kelapa sawit,karet dsb tapi potensi pengembangan lebih lanjut boleh dikatakan terbatas karena keterbatasan lahan. Migas yang ada di lepas pantai timur semenanjung yaitu negara bagian Trengganu dan Kelantan sendiri boleh dikatakan akan segera habis dalam kurun waktu 10 – 15 tahun ke depan apabila tidak ada penemuan ladang minyak dan gas yang berarti. PETRONAS sebagai perusahaan minyak nasional Malaysia sudah bertahun – tahun gencar melakukan investasi di luar negeri sebut saja di Myanmar,Vietnam,Sudan dan sekarang juga di Indonesia. PERTAMINA sebagai perusahaan minyak nasional Indonesia sudah mengalami perbaikan berarti dari segi produksi,reserve dan kemampuan teknisnya tapi kita harus jujur bahwa PERTAMINA masih satu tahap di bawah Petronas sehingga untuk 5 tahun ke depan masih belum dapat bersaing dengan baik khususnya di pengelolaan blok laut dalam dan daerah-daerah sulit lainnya.

Persaingan ekonomi sendiri selalu melibatkan sumber daya manusia. Sumber daya manusia di Sumatera pada dasarnya berlimpah ruah dibanding Malaysia tapi secara keseluruhan kualitas mungkin masih 1 tingkat di bawah Malaysia. Ini dapat dilihat dari ranking HDI ( Human Development Index ) Indonesia yang masih di bawah Malaysia. Berdasarkan laporan HDI tahun 2009 maka Indonesia berada pada rangking 111 sementara Malaysia berada pada posisi 66. Ketertinggalan ini perlu diatasi dulu bila Indonesia tidak ingin mengalami kondisi yang tidak menguntungkan pada era AFTA atau era jembatan Malaka sudah ada di mana jabatan eksekutif dan para direktur di Indonesia akan dipegang oleh orang Malaysia / asing sementara pekerja biasa oleh orang Indonesia.

Bagi Malaysia sendiri ada beberapa isu yang akan muncul. Isu pertama adalah tentang pembiayaan proyek ini. Malaysia sendiri saat ini diguncang korupsi megaproyek PKFZ ( Port Klang Free Zone ) dan proyek-proyek lainnya yang menghabiskan banyak uang negara. Pembiayaan proyek oleh negara masih potensial akan membawa proyek ini menjadi proyek white elephant yaitu megaproyek yang gagal membawa manfaat atau tidak selesai tapi menghabiskan banyak uang. Ada pemikiran untuk menarik biaya tol atas perlintasan kendaraan dan kereta api di atas jembatan ini.Ide ini sudah diaplikasikan di ASEAN Bridge yang menghubungkan Brunei dengan Miri,Malaysia. Perhitungan lebih lanjut dibutuhkan untuk dapat yakin akan feasibilitas dan profitabilitas megaproyek seperti ini. Studi terakhir yang dirilis oleh SOMP ( Straits of Malacca Partnership Sdn. Bhd. ) mengemukakan bahwa trafik kendaraan diperkirakan sebesar 15,000 kendaraan dengan jasa tol diperlukan dalam kisaran 75 USD hingga 85 USD per kendaraan.

Isu kedua adalah banyaknya tenaga kerja ilegal ( 2 juta ) dan legal Indonesia ( 1 juta ) di Malaysia. Sebagian pihak di Malaysia mengkhawatirkan semakin banyaknya pekerja ilegal Indonesia yang akan masuk ke Malaysia lewat jalur jembatan ini. Ketegangan sosial dan kriminalitas pun dikhawatirkan akan naik. Kita maklum bahwa isu tenaga kerja Indonesia di Malaysia bak duri dalam daging yang sering memanaskan hubungan Indonesia – Malaysia.

Isu ketiga adalah persaingan ekonomi. Sebagian kalangan Malaysia mengkhawatirkan bahwa akan banyak orang Malaysia yang akan pergi berlibur dengan berkendaraan pada akhir pekan ke Sumatera ( sebut saja Padang,Bukit Tinggi,Danau Toba dan lain sebagainya. ). Keindahan alam dan kekayaan budaya Indonesia jelas menjadi daya tarik luar biasa bagi wisatawan Malaysia. Harga-harga barang dan makanan di Indonesia yang lebih murah akan menambah minat belanja wisatawan Malaysia pula. Jelas ini akan mengurangi belanja dalam negeri di Malaysia.

Saya sendiri berharap paparan singkat di atas dapat menjadi masukan berarti bagi decision maker di Republik tercinta ini. Kajian teknis,ekonomis,strategis pertahanan keamanan,sosial dan lain sebagainya dari megaproyek jembatan Sunda atau Malaka harus dilakukan dengan matang dan melibatkan semua pemangku kepentingan. Kita tidak ingin megaproyek yang hanya memberikan keuntungan bagi pihak-pihak yang punya vested interest / proponen saja tapi harusnya bagi kemaslahatan mayoritas bangsa ini. Kita juga tidak ingin punya megaproyek yang akan menjadi white elephant karena perencanaan dan keberlanjutannya tidak dipikirkan dengan baik.Kita mungkin masih ingat peribahasa ” Biar lambat asal selamat ” yang mengingatkan kita untuk tidak terburu-buru dalam melakukan sesuatu apalagi hal yang sepenting dan sestrategis ini.

No comments: